PENGARUH ROKOK TERHADAP KESEHATAN RONGGA MULUT
Salah satu faktor pendukung
terjadinya penyakit periodontal adalah merokok. Rokok amat berbahaya bagi
kesehatan gigi dan mulut. Jumlah perokok di Amerika pada tahun 2007 mencapai 20,8% dari seluruh populasi dan terjadi lebih tinggi pada usia
muda (≤34 tahun) dari pada
usia tua (≥55
tahun) dan lebih sering pada laki-laki (30,9%) dibandingkan wanita (25,1%). Berdasarkan
data WHO jumlah perokok di Indonesia sangat tinggi menempati urutan ketiga di
dunia setelah Cina dan India. Berdasarkan data Global Adults Tobacco Survey (GATS) pada tahun 2011 dimana terjadi
peningkatan konsumsi rokok di Indonesia dibandingkan dengan negara-negara
lainnya yang dilakukan survei yang sama. Data Kemenkes tahun 2007 menunjukkan
bahwa jumlah perokok di Indonesia mencapai 65,2 juta orang dengan rincian
perokok laki-laki sebanyak 60,4 juta dan perokok wanita adalah 4,8 juta orang. Hal
ini dapat menyebabkan berbagai macam permasalahan baik permasalah kesehatan
secara umum yaitu meningkatkan risiko kematian, penyakit jantung, permasalahan
di rongga mulut seperti penyakit periodontal, kanker rongga mulut dan berbagai
penyakit lainnya. Tingginya angka perokok juga dapat menyebabkan kerugian
sebanyak 245,5 triliun per tahunnya walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa rokok
dapat meningkatkan devisa negara. Berdasarkan survei, pengeluaran keluarga
Indonesia yang merokok menempati urutan kedua setelah makanan dan kalah jika
dibandingkan dengan pengeluaran untuk konsumsi daging, buah-buahan, pendidikan
maupun kesehatan.
Rokok yang dikenal
memiliki efek yang buruk terhadap kesehatan rongga mulut dapat menimbulkan
berbagai macam masalah. Salah satunya adalah penyakit periodontal. Rokok yang
mengandung ribuan zat kimia berbahaya dan terdiri atas fase gas dan fase solid.
Fase gas berupa karbon monoksida, ammonia, formalin, hidrogen sianida, dan
berbagai jenis racun dan iritan lain termasuk 60 jenis yang diketahui sebagai
karsinogen seperti benzo (a)pyrene
dan dimetilnitrosamin. Fase solid terdiri atas nikotin “tar” (yang merupakan
racun yang bersifat toksik), benzena dan benzo
(a)pyrene. Tar akan terhirup ketika rokok dihisap dan akan terjadi
kondensasi yang menyebabkan adanya substansi coklat keras pada gigi atau jari. Nikotin
sebagai alkaloid, ditemukan pada daun tembakau dan akan berevaporasi ketika
rokok dinyalakan. Nikotin ini dengan sangat cepat akan diserap oleh paru-paru
dan akan mencapai otak dalam waktu 10-19 detik. Nikotin bersifat aditif dan
menyebabkan peningkatan tekanan darah, peningkatan laju jantung dan sirkulasi
serta vasokonstriksi pembuluh darah.
Adapun efek yang
ditimbulkan akibat rokok terhadap jaringan peridonsium meliputi gingivitis dan
periodontitis. Pada gingivitis terjadi penurunan infalamasi gingiva dan
perdarahan saat dilakukan probing. Hal ini karena pada perokok respon terhadap
akumulasi plak berkurang sehingga tidak menyebabkan terjadinya kerusakan. Pada
periodontitis, merokok dapat menyebabkan terjadinya peningkatan keparahan
penyakit periodontal, peningkatan kedalaman poket, kehilangan perlekatan dan
kehilangan tulang, terjadinya periodontitis, dan kehilangan gigi. Aktivitas
merokok seseorang setiap harinya dapat dihubungkan dengan terjadi peningkatan
laju penyakit periodontal. Berdasarkan penelitian NHNES menyatakan adanya
hubungan antara penyakit periodontal dengan merokok yaitu terjadi pada 12.000
individu dengan usia > 18 tahun yang merokok. Periodontitis ditandai dengan
terjadinya kehilangan perlekatan yaitu ≥
4 mm dan kedalaman poket ≥
4 mm. Pada individu perokok terjadi peningkatan risiko terjadinya periodontitis
sebanyak 4 dibandingkan dengan individu yang tidak pernah merokok setelah
dikaitkan dengan umur, jenis kelamin, etnis, pendidikan, dan penghasilan.
Perokok yang mengalami
periodontitis dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan kerusakan yang
ditimbulkan akibat rokok. Salah satunya adalah perubahan mikroflora. Pada
perokok terjadi perubahan flora normal dalam rogga mulut mengalami kerusakan.
Ketidakseimbangan ini dapat menyebabkan terjadinya perubahan komposisi plak
subgingiva, dimana terjadi peningkatan mikroorganisme patogen dan perubahan
respon tubuh terhadap perubahan mikroorganisme tersebut atau kombinasi dari
keduanya. Berdasarkan beberapa penelitian menyatakan bahwa tidak ada hubungan
antara perubahan mikrobial dengan terjadinya periodontitis. Sedangkan
penelitian yang berbeda menunjukkan bahwa terjadi perbedaan jumlah Tannerella forsythia pada perokok yaitu
sebanyak 2,3 kali dibandingkan dengan bukan perokok. Selain perubahan
mikroflora, pada perokok juga terjadi perubahan respon imun, dimana terjadi
penurunan respon imun karena perubahan mikrofloranya. Pada perokok mikroflora merusak
elemen protektif respon imun sehingga terjadinya peningkatan kerusakan jaringan
periodontal. Hal ini dapat menyebabkan respon imun pejamu terhadap perubahan
mikroflora menjadi berkurang. Neutrofil yang memiliki fungsi utama respon imun
memiliki tugas untuk melakukan kemotaksis, fagositosis dan membunuh
mikroorganisme. Namun, fungsi tersebut pada perokok menunjukkan penurunan
bahkan telah rusak. Selain itu juga terjadi penurunan jumlah antibodi tetapi terjadi
peningkatan mediator inflamasi yang dapat mengakibatkan terjadi kerusakan
periodontal seperti tumor necrosis factor
alpha (TNF-α), prostaglandin E2 (PGE2) dan matrix metalloproteinase-8
(MMP-8) serta meningkatnya cairan krevikular.
Berdasarkan penjelasan
di atas, berdasarkan hemat penulis jelas bahwa merokok dapat meningkatkan
risiko terjadinya periodontitis yang meliputi terjadinya perubahan mikroflora
dan perubahan respon imun. Hal ini akan menyebabkan seseorang lebih mudah
terjadi kerusakan pada jaringan periodontalnya karena ketidakseimbangan
tersebut. Di samping itu terdapat lebih banyak lagi penyakit di rongga mulut
yang disebabkan oleh rokok seperti bau mulut, kerusakan mukosa dan yang lebih
penting rokok menjadi penyebab terjadinya kanker rongga mulut dan kehilangan gigi di usia muda karena adanya periodontitis.
Tags:
OPINI
0 komentar